Split in town
Desember ini sepertinya akan segera berakhir, ya, beriringan dengan berbagai langkah cepat maupun lambat yang telah sangat jauh tertinggal. Menurut ahli-ahli masa depan yang notabene sok tahu, tahun ini merupakan tahun perjuangan bagi semua orang. Dan yang paling pertama terbesit di otak saya adalah perjuangan seperti tahun 1920an dimana negara ini masih sibuk melawan kompeni. Tidak, tidak. Sepertinya bukan itu yang dimaksud si ahli masa depan. Setiap tahun bagi saya, adalah tahun yang berjalan sedatar layar televisi saya, TIDAKKK! Artinya saya tidak terlalu banyak melakukan perubahan dari tahun ke tahun, dong? *hff. Perjuangan itu maksudnya apa ya? Banyak lho orang-orang jaman sekarang menggunakan frase kata yang sesungguhnya tidak mereka mengerti betul apa maknanya.
Saya suka berdiam diri. Memperhatikan gerak-gerik dan kata-kata orang lain. Meneliti, menganalisa, memahami dengan sepenuh hati apa yang mereka pikirkan tentang dunia mereka dan bagaimana mereka menerima keberadaan orang lain dalam kehidupan mereka. Saya bukan ahli masa depan, tapi sedikit banyak, saya mendapati sebuah benang merah dari semua kerangka berpikir mereka yang beragam tersebut. Mereka semua berjuang. Entah itu berjuang melawan keegoisan, berjuang menggapai impian, berjuang demi cinta, berjuang dengan ketidakpuasan, dan perjuangan lain yang tak kalah pentingnya untuk mereka jejaki. Mata saya terbuka lebar akan banyak hal yang ada, yang kebetulan lewat didepan mata saya. Tak jarang saya berdecak kagum. Tak jarang pula saya mengernyitkan dahi.
Manusia. Kerangka berpikir. Otak saya. Tidak lupa Tuhan.
Mari bermain dengan keempat frase tersebut...
...”Tuhan menciptakan manusia untuk mengolah kerangka berpikirnya sedemikian rupa hingga muncullah kesadaran bagi mereka yang terberi untuk tetap bersyukur atas apa yang telah ia dapat. Berpikir itu ternyata tidak selalu dengan otak. Tapi otak saya lebih baik dari apapun yang ada di dalam tubuh saya untuk bisa menyimpulkan segala sesuatu . Bangga? Tentu saja. Tapi saya heran, saya selalu memisahkan definisi manusia dan kerangka berpikirnya dengan otak saya dan diri saya sendiri. Saya juga manusia kan ya, tapi seringkali saya merasa distinct diantara manusia-manusia yang lain”...
Saya juga bingung, perjuangan macam apa yang ada di dalam diri saya. Saya ingin Tuhan membuatkan saya khusus sebuah mata lagi untuk bisa melihat ke dalam diri saya. *Astaga, manusia macam apa ini? Tapi memang benar adanya. Cermin-cermin yang ada sama sekali tidak membantu saya melihat apa yang ada didalam diri saya. Ya sebagaimana kalian semua tahu, kan, cermin itu hanya merupakan refleksi diluar kita. Jadi sekali lagi, manusia jaman sekarang(yang dalam hal ini juga adalah saya) seringkali salah mengartikan. Ya kalo gaya bahasa sinetron Indonesia sih kurang lebih seperti, ”ngaca dong lo! Emang lo siapa?” sekarang saya bertanya, memang setelah kita bercermin, kita mendapatkan apa? Mata itu seringkali dibutakan oleh ego diri. Apalagi jika itu menyangkut refleksi diri sendiri.
Admit it!
Ya ya ya.
Ternyata menulis itu memang merupakan kunci menemukan jawaban ya. Setelah perenungan singkat ini saya akhirnya tersadar, bahwa saya juga memiliki perjuangan, koq. Saya berjuang untuk mencari. Mencari praksis dari pergulatan yang selama ini ada dalam otak saya. Otak memang dibuat Tuhan untuk berpikir, tapi alangkah sia-sia belaka jika pemikiran mulia *muliaaa??!* ini tidak diaplikasikan dengan baik ke dalam dunia nyata. Ya. Akhinyaaaaa......
:D
Karena jawaban dari pertanyaan sudah terjawab, saya akhiri saja ya postingan ini. Daripada nanti tanda tanyanya semakin banyak. Terima kasih bagi yang senantiasa membaca tulisan-tulisan saya yang semakin hari semakin ”jelas” ini. Hehe. Ada sedikit hadiah untuk kalian. Banana split in town! Enjoy!
Cheers,
Dhejih.
Comments
bagaimana kita meminimalisasi ego kita se minim-minimnya, melihat kelemahan dan kekurangan kita, menyadarinya setelah kita melihatnya, dan menerimanya setelah kita menyadarinya. Setelah itu pun tugas kita adalah memperbaikinya.
Nah, yang masih susah sekarang sih, kayanya melihat kekurangan itu tanpa ada campur tangan orang-orang disekitar kita. Maksut aku, biasanya kita lebih mudah melihat kekurangan atau kelemahan kita setelah ada yang ngingetin kita kan? nah, itu lah knp kita diciptain sebagai makhluk sosial, dimana kita ga bisa hidup sendiri, karena kita butuh orang-orang lain, yang tentunya kita percaya, buat mengingatkan kita tentang kelemahan tersebut. Dan orang itu juga lah yang bisa membantu kita memperbaiki semuanya.
1 hal yang aku percaya sih, tidak semuanya bisa kita lakuin sendiri.
mmp, inti dari postingan ini sebenarnya adalah justru untuk menyadari segala sesuatunya dari dalam diri dulu, barulah meminta penilaian orang lain.
kita memang butuh orang lain, tapi kita hidup setidaknya diatas kaki kita sendiri. jadi saya lebih memilih untuk mengevaluasi diri dari diri sendiri dulu, jika memang sulit merubahnya baru bertanya sama orang lain.
ya ya ya.
prinsip orang memang berbeda-beda.
terima kasih ya, na.
iya maksutnya kita coba dulu sendiri, buat mengevaluasi kekurangan atau kelemahan tersebut..
nah,tp kan susah tu ya emang, baru deh kalo ga nemu2, orang lain itu dibutuhkan..
tp yaaaa, yang biasanya terjadi gtu kan ya, harus diingetin dulu ama orang lain.. baru tersentil..
manusia oh manusia..
ariana oh ariana..
;D
sama banget, dhe! sampai suka dibilangin: "echa krg kerjaan bgt deh, mikirin org sampai segitunya."
gak jrg, tokoh2 di film pun sampai aku analisa kyk gitu, dhe.
memang menarik ya, dhe? tanpa sadar itu membawa kita bwt melihat sesuatu yg selama ini mgkn luput dari perhatian kita.
sometimes, eyes only see what they want to see.. :)